BOGOR - TRANSJURNAL.com - Program Bantuan Keuangan Infrastruktur Desa (BKID) Kabupaten Bogor kembali menuai sorotan. Program yang sejatinya bertujuan untuk mempercepat pemerataan pembangunan dan meningkatkan pelayanan publik di tingkat desa itu kini diduga dijadikan ajang bancakan oleh sejumlah pihak.
Ketua Perkumpulan Masyarakat Pemerhati Pembangunan Pasundan Raya (PMP3R), Anwar Resa, menilai lemahnya sistem pengawasan dan tidak jelasnya petunjuk teknis (juknis) pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB) membuka peluang bagi oknum untuk bermain.
"Bantuan keuangan infrastruktur desa diduga dijadikan bancakan berjamaah. Jual beli proyek terjadi di banyak tempat. Berdasarkan hasil survei tim kami, penunjukan pihak ketiga atau rekanan dilakukan atas perintah kepala desa, tanpa melibatkan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK)," ungkap Anwar, Senin (6/10/2025).
Lebih jauh, Anwar menyebut adanya dugaan keterlibatan oknum dari Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang diduga ikut bermain dalam penunjukan pihak ketiga dengan kesepakatan fee proyek.
"Kami menduga ada kesepakatan fee dalam proses penunjukan rekanan oleh oknum-oknum tertentu. Hal ini jelas melanggar aturan dan merusak semangat transparansi dalam pengelolaan dana desa," tegasnya.
Menurut Anwar, kondisi ini tidak hanya menunjukkan lemahnya pengawasan internal, tetapi juga berpotensi menimbulkan kebocoran anggaran yang besar. Ia pun meminta aparat penegak hukum untuk segera turun tangan dan melakukan penyelidikan menyeluruh.
"Perlu dilakukan penyidikan terhadap oknum di jajaran Apdesi maupun pemerintah desa agar tidak lagi bermain dalam proyek bantuan keuangan infrastruktur yang sangat rawan penyimpangan," ujarnya.
Berdasarkan data PMP3R, tercatat 415 desa penerima BKID dengan 853 titik kegiatan tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bogor. Total anggaran yang digelontorkan mencapai Rp 409,57 miliar. Nilai fantastis ini, kata Anwar, justru menjadi "lahan empuk" bagi oknum-oknum nakal yang memiliki akses kekuasaan.
"Dengan nilai bantuan sebesar itu, tanpa pengawasan yang kuat dan audit profesional, potensi kebocoran anggaran sangat besar," tambahnya.
Anwar mendorong Pemerintah Kabupaten Bogor untuk memperkuat fungsi pengawasan melalui Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) yang independen dan profesional, serta menggandeng lembaga audit independen (probity audit) untuk memeriksa pengadaan barang dan jasa di tingkat desa.
"APIP jangan mandul. Harus benar-benar independen, profesional, dan berani menindak kalau ada penyimpangan," tegasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya menghadirkan tenaga ahli di bidang teknik dan keuangan pada tingkat kecamatan agar proses monitoring dan evaluasi pembangunan bisa lebih akurat.
"Pengawasan teknis harus dilakukan oleh orang yang paham. Minimal sarjana teknik dan akuntan yang punya integritas tinggi. Hanya dengan cara itu kita bisa wujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan bebas dari KKN," kata Anwar.
PMP3R juga mengingatkan bahwa mandulnya penegakan hukum di daerah menjadi celah bagi oknum untuk terus bermain dalam proyek pemerintah.
"Kalau penegakan hukumnya lemah, peluang korupsi makin terbuka. Pemerintah harus berani melakukan evaluasi menyeluruh agar kebocoran anggaran tidak terus berulang," pungkas Anwar.
Masyarakat berharap Pemerintah Kabupaten Bogor dan aparat penegak hukum bisa segera melakukan tindakan tegas agar program BKID benar-benar memberi manfaat bagi warga desa, bukan justru menjadi “proyek seksi” bagi segelintir pihak yang mencari keuntungan pribadi.
Laporan : Indrawan