BOGOR - TRANSJURNAL.com - Miris banget! Di tengah gembar-gembor keadilan pendidikan, masih ada anak-anak yang harus mengubur cita-cita hanya karena tak mampu bayar sekolah.
Dua bersaudara asal Citayam, M. Ariefal dan adiknya Mutiara Nur Azizah, sudah dua tahun putus sekolah. Ariefal seharusnya kini duduk di kelas 2 SMA. Mutiara? Seharusnya sudah lulus SMP. Tapi semua itu terhenti karena satu alasan, yakni ijazah mereka ditahan.
Sekolah tempat mereka dulu belajar, SMP Citayam Plus, menolak menyerahkan ijazah kecuali orang tua mereka melunasi tunggakan sebesar Rp7.040.000. Tunggakan itu terdiri dari SPP dan uang ujian semester.
Sayangnya, orang tua mereka bekerja serabutan. Untuk makan sehari-hari saja sulit, apalagi melunasi angka sebesar itu.
"Sudah dua tahun anak-anak ini nggak sekolah. Kami dari media lokal sudah coba bantu negosiasi ke sekolah, tapi mentok di angka. Sekolah nggak mau lepas ijazah sebelum semua dilunasi," ujar Nyok, jurnalis yang mengawal kasus ini.
Padahal, pada awal 2025 lalu, Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi sudah mengeluarkan kebijakan tegas, sekolah tidak boleh menahan ijazah siswa, terutama bagi yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Namun sayangnya, kebijakan itu seperti hanya menjadi dokumen formalitas. Di lapangan, masih saja ada sekolah yang bandel.
"Kami minta bantuan dari Wali Kota Bogor dan Wali Kota Depok. Anak-anak ini tinggal di wilayah perbatasan yang sering jadi zona abu-abu. Jangan saling lempar tanggung jawab. Turun tanganlah," tegas Nyok.
Penahanan ijazah bukan sekadar soal administrasi. Ini soal masa depan anak bangsa yang dirampas secara diam-diam. Ijazah bukan barang tebusan. Bukan alat transaksi. Itu hak anak!
Kini, semua mata tertuju ke Pemkot Bogor, Pemkot Depok, dan Dinas Pendidikan.
Akankah mereka bertindak, atau tetap diam melihat masa depan dua anak ini terkubur bersama harapan yang tak pernah disahkan?
Laporan : Indrawan