Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mengukur Elektabilitas Calon Kades dari Rekam Jajak

Tuesday 25 October 2022 | October 25, 2022 WIB Last Updated 2022-10-26T01:49:22Z



Oleh : Hasmadin, S.Pd

 Aktivis Anti Korupsi


KOLTIM - Transjurnal.com - Pesta demokrasi pemilihan kepala Desa (Pilkades) memasuki tahap Pengumuman Hasil Penelitian Persyaratan Adminitrasi Calon dan Penyampaian Masukan Masyarakat terhadap daftar pemilih sementara (DPS) Ke PPKD, yang selanjutnya menuju tahap Penetapan Calon, Penentuan Nomor Urut Calon dan Penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT).


Pilkades tahun ini menjadi kekuatan para incumbent sebab sampai menjelang tahap penetapan calon kades belum juga diberhentikan sementara atau cuti dari jabatan kades khusus bagi kades incumbent yang ikut dalam pemilihan Kepala Desa tahun ini. 


Meski dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 32 poin (1) Badan Permusyawaratan Desa memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir. Jo. Pasal 7 huruf a dan huruf c permendagri 112 tahun 2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa.


a. pemberitahuan badan permusyawaratan desa kepada kepala desa tentang akhir masa jabatan yang disampaikan 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan.


b. pembentukan panitia pemilihan kepala desa oleh badan permusyawaratan Desa ditetapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan.


c. laporan akhir masa jabatan kepala desa kepada bupati/walikota disampaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan, meski para petahana masih memiliki kekuasaan namun justru berbagai pembunuhan karakter terhadap calon penantang di jadikan isu kampanye oleh kubu petahana seperti di salah satu Desa di Kecamatan Lambandia. 


Isu yang di kampanyekan bukan mengenai program kerja atau visi dan misi untuk 6 (tahun) kedepan namun, menggunakan isu pecah suara, isu ambisi, sampai pemamfaatan pihak keluarga calon lain dengan teori manajemen komplik.


Tak hanya itu, pemamfaatan aparat Desa untuk turut menggalang simpati masyarakat tidak luput dari sarana calon petahana, belum lagi intimidasi pelayanan dan bantuan social yang tidak diberikan pada masyarakat jika tidak memberikan dukungan pada calon petahana. 


UU no 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 29 terhadap larangan bagi Kepala Desa sebagaimana pada huruf b, c dan huruf d. Sehingga potensi kecurangan sangat berpeluang dilakukan oleh pihak petahana baik dalam penyaluran bantuan melalui program pusat yang diterima langsung oleh masyarakat ataupun BLT melalui Dana Desa dan ini sudah menjadi rahasia umum.


Dengan istilah “ siapa yang dekat di api maka ia akan merasa hangat.” Dan hal ini jelas melanggara hukum dan inilah bentuk-bentuk pembodohan dan pembohongan yang acap kali terjadi.


Belum lagi isu ambisi yang ditujukan pada calon lain yang berstatus ASN hingga memamfaatkan pihak keluarga yang bertujuan untuk menurunkan elektabilitas, meski demikian isu-isu yang di sebarkan oleh pihak petahana tidak membawah pengaru signifikan.


Justru masyarakat memunculkan pertanyaan mengapa diakhir masa jabatan kades baru terlihat rasa peduli terhadap masyarakat, bahkan pola yang dilakukan adalah jemput bola? 


Apakah hanya karena adanya kepentingan politik ? atau benar –benar insyaf akan tindakan dan kebijakannya selama ini yang terkesan mengabaikan dan disriminatif terhadap kepentingan dan hak-hak masyarakat Desa. 


Pembunuhan karakater adalah tindakan yang melebih-lebihkan atau manipulasi fakta untuk memberikan citra yang tidak benar tentang orang yang dituju.


Ada beberapa teknik yang digunakan lawan dalam melancarkan kampanye jahat ini. Teknik pertama, misalnya, dengan teknik name calling atau pemberian label buruk yang menjatuhkan kehormatan kandidat lawan. 


Kemudian, kubu lawan pun menggunakan teknik card stacking. Teknik itu digunakan dengan cara mencari dan menaikan beragam isu yang memiliki banyak efek domino di masyarakat.


Pemilihan Kepala Desa ibarat satu tarikan nafas artinya masyarakat dan pemerintah Desa bersentuhan langsung dalam setiap kepentingan. Sehingga masyarakat sangat paham dan mengetahui track record atau rekam jejak setiap calon. 


Sehingga tidak keliru jika masyarakat saat ini mulai membuka catatan buku harian yang dilakukan oleh calon Petahana selama menjabat juga calon-calon baru selaku penantang. 


Padahal, efek buruk kampanye jahat adalah merusak kohesi sosial, berpotensi menimbulkan konflik horisontal serta menihilkan rasionalitas emansipatoris bagi pemilih.


Ditengah informasi yang acak dan perang asimetris sebaiknya masyarakat lebih hati-hati dalam mengkonsumsi isu kampanye. Yang disampaikan pihak￾pihak yang antipati pada calon lain yang dianggap kebenaran. Selain itu, agar para kandidat memastikan timnya tidak menjadi pelaku kampanye jahat. 


Disinilah pentingnya sebuah keterbukaan informasi. Artinya, pendukung mesti terbuka juga dengan calonnya dan sebaliknya, sang calon segera menginformasikan diri sebelum menjadi target pembunuhan karakter. 


Artinya, jangan sampai beredar banyak info yang tak perlu dan tak dibutuhkan masyarakat, termasuk informasi-informasi yang terkait dengan pembunuhan karakter masing-masing calon. Info-info seperti itu sangat tidak mendidik malah sebaliknya berakibat kepada pembodohan di masyarakat. Lebih dari itu, info itu sangat merugikan bagi demokrasi di Desa terlebih para pemilih.


Editor : Red 

×
Berita Terbaru Update