BOGOR - TRANSJURNAL.com - Polemik dugaan pelanggaran Garis Sempadan Sungai (GSS) pada pembangunan Gedung Olahraga Masyarakat (GOM) di Rancabungur terus memanas. Ketua LPRI DPC Kabupaten Bogor, A. Hidayat ST, angkat bicara terkait surat terbuka dan rencana aksi demonstrasi yang digagas Badan Mahasiswa dan Pemuda Bogor (BMPB).
Hidayat menegaskan bahwa GSS merupakan "benteng pertahanan" untuk menjaga ekosistem Setu dan sungai, terutama sumber air di Setu Cibaju. Karena itu, dugaan pelanggaran GSS dalam pembangunan GOM wajib ditelusuri secara serius oleh Pemkab Bogor.
"Kalau memang ditemukan pelanggaran yang dilakukan pemerintah daerah melalui dinas terkait, itu jelas mengancam kelestarian lingkungan. Gugatan bisa diajukan melalui mekanisme hukum yang berlaku," kata Hidayat, Jumat (14/11/2025).
Menurutnya, materi gugatan harus disusun berdasarkan kajian teknis lingkungan hidup yang merujuk pada aturan pusat hingga daerah, termasuk SK Menteri PUPR dan regulasi terkait tata ruang serta perlindungan sumber air.
Hidayat menjelaskan bahwa gugatan lingkungan dapat diajukan oleh organisasi lingkungan, NGO, hingga aktivis mahasiswa. Jika ada bukti kuat pelanggaran GSS, maka jalur hukum yang paling tepat adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kalau objeknya adalah Keputusan Tata Usaha Negara, seperti izin mendirikan bangunan yang melanggar sempadan sungai, itu ranah PTUN. Tapi kalau soal tindakan faktual pemerintah yang melanggar hukum, bisa lewat Pengadilan Negeri sebagai Perbuatan Melawan Hukum," ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa uji materi terhadap Perda bisa diajukan ke Mahkamah Agung bila aturan daerah dinilai bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi.
Hidayat mengungkapkan bahwa lembaganya juga akan melayangkan surat terbuka ke beberapa dinas di Pemkab Bogor, seperti DLH, DPKPP, dan PUPR. Setelah itu, pihaknya akan meminta data perizinan pembangunan GOM kepada Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
"Pertanyaannya, apakah pembangunan GOM ini memiliki dasar rekomendasi dari dinas-dinas tersebut? Semua harus terkoneksi. Ini persoalan tata ruang dan perlindungan ekosistem, jadi nggak bisa dilihat sepenggal," tegasnya.
Ia mendorong agar Pemkab Bogor segera menggelar pertemuan lintas dinas untuk membahas persoalan GSS di Setu Cibaju. Menurutnya, melibatkan SDA Provinsi Jawa Barat hingga BPWS Kementerian PUPR adalah langkah penting agar persoalan tidak berkembang menjadi opini liar di publik.
Hidayat menegaskan bahwa regulasi soal sempadan sungai dan danau sudah sangat jelas. Mulai dari Pergub Jawa Barat No. 8/2005 tentang Garis Sempadan Sumber Air, Perda Bogor No. 4/2016 tentang Garis Sempadan, hingga Permen PUPR No. 28/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Danau.
"Permasalahan ini tidak bisa dilepaskan dari potensi adanya pengabaian aturan. Semua dinas harus melihat persoalan ini secara utuh, tidak berdiri sendiri," ucapnya.
Ia berharap Pemkab Bogor segera merespons dan melakukan kajian ulang ekosistem terkait GSS Setu Cibaju agar persoalan dapat diselesaikan tanpa melanggar aturan pusat maupun daerah.
"Kalau tidak cepat diselesaikan, ini bisa jadi bola liar di publik," pungkas Hidayat.
Laporan : Indrawan


