![]() |
| Kompleks Gubuk penambang emas yang diduga ilegal serta bukti material yang diangkut manual ke tengkulak. (Ft. Idr) |
BOGOR - TRANSJURNAL.com - Aktivitas tambang emas ilegal di Kabupaten Bogor kini memasuki fase yang mengkhawatirkan. Operasi berlangsung terang-terangan di kawasan hutan, menggerus ekosistem, mengancam keselamatan warga, tetapi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dinilai justru tak hadir.
Diamnya pemerintah daerah membuat dugaan publik mengarah pada sesuatu yang lebih serius, pembiaran terstruktur.
Investigasi terbaru Perkumpulan Wartawan Pemda (PWP) Kabupaten Bogor menemukan dugaan pelanggaran masif yang seolah dibiarkan tanpa tindakan. Tim mencatat tambang ilegal tetap beroperasi meski tidak memiliki izin sama sekali, mulai dari izin lingkungan, izin usaha, hingga Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) yang merupakan syarat mutlak.
"Kami sudah laporkan secara langsung ke Bupati. Tapi sejak hari itu, tidak ada tindakan, tidak ada sidak, bahkan tidak ada respon. Ini bukan sekadar lambat, ini seperti mengabaikan," tegas Nyok, Ketua Tim Investigasi PWP, Kamis (13/11/2025).
Temuan lapangan menunjukkan kegiatan ekstraksi emas dilakukan secara besar-besaran. Alat berat, pekerja, hingga alur distribusi bahan mentah berjalan lancar. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana tambang seberani itu jika tidak merasa dilindungi?
"Aktivitas tambang tanpa izin tidak mungkin bisa bertahan lama tanpa ada yang membackup. Publik pantas curiga," kata Nyok.
PWP mengungkapkan dugaan adanya kolaborasi antara oknum Perhutani dan aparatur desa setempat. Kedua unsur ini semestinya menjadi garda pengawas kawasan hutan, namun justru disebut-sebut membiarkan operasi tambang berlangsung.
"Ini bukan lagi kelalaian. Ini pola. Ada oknum yang bermain," ucap Nyok.
Jejak uang pun mencurigakan. Perputaran dana dari aktivitas ilegal ini disebut mencapai ratusan juta rupiah per hari. Nilai fantastis itu dinilai mustahil tidak tercium aparat.
Tim investigasi juga mengaku sempat didatangi seorang tengkulak saat mengumpulkan data.
"Dia tanya, 'Berapa karung, Kang? Satu juta per karung saya bayar,' Itu batu mentah, belum diolah. Beratnya sekitar 35 kilogram. Artinya uang di sini mengalir deras," jelasnya.
PWP menilai sikap pasif Pemkab Bogor semakin memicu dugaan pembiaran. Apalagi risiko dari tambang ilegal ini bukan main-main, kerusakan hutan, hilangnya kawasan penyangga, longsor, banjir bandang, hingga hilangnya potensi penerimaan negara.
"Kalau Pemkab tidak bergerak sekarang, maka publik berhak bertanya. Ada apa dengan Pemkab Bogor? Siapa yang sebenarnya dilindungi?" tegas Nyok.
Laporan : Indrawan
