Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pemkab Bogor Hadirkan Perumahan Subsidi, Aktivis Ingatkan Maraknya Kavling Ilegal dan Pengemplangan Pajak

Saturday, 20 September 2025 | September 20, 2025 WIB Last Updated 2025-09-20T17:35:58Z

Salah satu potret tanah kavling perumahan. (ft.idr)

BOGOR - TRANSJURNAL.com -
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor bersama lima pengembang properti resmi menghadirkan perumahan subsidi di lima kecamatan, yakni Ciampea, Tamansari, Cibungbulang, Gunungsindur, dan Citeureup. 


Program ini diharapkan dapat membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah layak huni dengan harga terjangkau.


Langkah Pemkab Bogor ini dinilai positif, namun menuai sorotan dari sejumlah pihak terkait maraknya praktik pengembang liar di wilayah Bogor. 


Aktivis masyarakat, Hidayat, menilai bahwa program perumahan subsidi akan lebih efektif jika dibarengi dengan penertiban para pengembang perumahan ilegal, khususnya yang membangun kavling tanpa izin resmi.


"Program ini bagus, tapi Pemkab Bogor juga harus berani menertibkan pengembang perumahan liar. Di Cibinong saja, banyak perumahan kavling ilegal yang jelas-jelas tidak mengantongi izin, tapi terus beroperasi," ujar Hidayat, Minggu (21/9/2025).



Menurutnya, pengembang kavling ilegal tersebut kerap mendirikan bangunan tanpa memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Praktik itu berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, alih fungsi lahan, dan memicu risiko bencana. 


"Kalau tata ruang dilanggar, dampaknya bukan hanya kerusakan lingkungan, tapi juga berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH), meningkatnya risiko banjir, hingga pencemaran air dan tanah," jelasnya.


Hidayat mengatakan, pemerintah daerah memiliki kewajiban menindak tegas pengusaha yang melanggar aturan tata ruang dan perizinan. 


"Presiden sudah mengarahkan agar penegakan hukum di sektor pertanahan tidak pandang bulu. Pemkab Bogor juga tidak boleh memberi perlakuan khusus pada perusahaan manapun yang melanggar aturan," tegasnya.


Selain masalah tata ruang, praktik pengembang rumah kavling ilegal juga menimbulkan kerugian negara dari sisi perpajakan. Hidayat menuturkan, banyak pengusaha properti nakal yang tidak menyetorkan kewajiban pajaknya, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dari transaksi jual beli rumah.


"Nilai transaksinya sangat besar, tapi tidak terdeteksi pemerintah karena tidak ada izin. Mereka bisa melakukan pengemplangan pajak dengan tidak menyampaikan SPT atau tidak menyetor PPN. Itu jelas merugikan pendapatan negara," ungkapnya.


Menurut Undang-Undang Penataan Ruang dan Cipta Kerja, pelanggaran pemanfaatan ruang bisa berujung sanksi berat. Pelaku dapat dikenai denda hingga Rp1 miliar dan pidana penjara maksimal 4 tahun. Selain itu, pengemplangan pajak juga berpotensi berakhir pada tuntutan hukum, penyitaan aset, hingga sanksi administrasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).


"Kalau Pemkab Bogor serius, seharusnya segera melakukan pengawasan lebih ketat. Dinas PUPR, DPKPP, hingga Satpol PP harus turun tangan. Ini jadi PR besar, apakah pemerintah benar-benar punya komitmen untuk mengendalikan rumah kavling ilegal atau tidak," tambah Hidayat.



Ia juga menyoroti minimnya penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam bisnis properti ilegal. Tanpa site plan yang jelas, pembangunan cenderung abai pada dampak lingkungan. 


"Idealnya, pengembang menerapkan green architecture agar tidak merusak ekosistem. Kalau dibiarkan, bukan hanya tata ruang yang hancur, tapi juga kualitas hidup masyarakat sekitar," kata Hidayat.


Hidayat berharap Pemkab Bogor mengambil langkah konkret agar perumahan subsidi yang sedang digalakkan pemerintah tidak ‘tenggelam’ oleh maraknya perumahan kavling ilegal. 


"Jangan sampai yang resmi malah kalah dengan yang ilegal. Harus ada ketegasan, baik dari sisi tata ruang, perizinan, maupun pajak," pungkasnya.


Laporan : Indrawan 

×
Berita Terbaru Update